Analisis
Kritis Artikel : Cryopreservation of coconut (Cocos nucifera L.) zygotic embryos does
not induce morphological, cytological or molecular changes in recovered
seedlings.
Kelapa
(Cocos nucifera L.) sebagai salah satu sumber plasma nutfah di Negara Indonesia
kini mulai terancam. Beberapa perkebunan kelapa di Indonesia yang merupakan tempat
penyimpanan plasma nutfah sekarang mulai tumbang akibat program penanaman
tanaman yang lebih menguntungkan (Sisunandar et al., 2010), akibatnya bila hal ini terus terjadi maka plasma
nutfah tanaman kelapa pun akan semakin punah. Padahal plasma nutfah tanaman ini
merupakan suatu modal dasar dalam perakitan varietas unggul (Tambunan, 2003).
Salah
satu strategi konservasi plasma nutfah yang tepat untuk menangani permasalahan tersebut
adalah kriopreservasi. Kriopreservasi merupakan salah satu teknik penyimpanan
dalam jangka waktu panjang yang dilakukan secara in vitro. Prinsip teknik ini berupa penyimpanan jaringan tanaman
pada suhu yang sangat rendah yaitu -196°C dalam nitrogen cair. Pada kondisi
penyimpanan yang demikian, maka akan berakibat proses metabolisme pada jaringan
tanaman terhambat atau terhenti sehingga seolah-olah jaringan tanaman mengalami
dormansi (Roostika, 2007).
Salah
satu penelitian tentang kriopreservasi embrio zigotik kelapa adalah Sisunandar et al. Menurut Sisunandar et al. (2010), untuk embrio zigotik dari
kultivar kelapa yang berbeda yaitu kultivar Nias Yellow Dwarf (NYD), Nias Green
Dwarf (NGD), dan Sagerat Orange Dwarf (SOD), dikriopreservasi mengikuti empat
langkah berikut: dehidrasi cepat, pembekuan atau pendinginan cepat dengan nitrogen cair, pemanasan cepat
dan pemulihan secara in vitro yang diikuti dengan aklimatisasi. Pada
aklimatisasi yaitu tahap akhir aklimatisasi dilakukan perbandingan antara bibit
kelapa hasil kriopreservasi dengan non-kriopreservasi menggunakan analisi
fenotipe, analisis sitogenetika, ekstraksi DNA, analisis mikrosatelit (SSR), analisis
metilasi tingkat global dan analisis statistik.
Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa dengan teknik penyimpanan berupa kriopreservasi tidak menyebabkan perubahan
morfologi, sitologi serta molekuler pada bibit tanaman kelapa. Hal ini
dibuktikan bahwa pada panjang total lengan pendek, panjang total dari lengan
panjang, rasio panjang lengan, indeks sentromerik, kromosom dan jumlah alel antara
bibit kelapa hasil kriopreservasi dengan
bibit kelapa non-kriopreservasi tidak terdapat perbedaan yang signifikan
meskipun dalam analisis morfologi tercatat bahwa pada tahap awal pertumbuhan terlihat
bahwa bibit kelapa non-kriopreservasi lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan
dengan bibit kelapa hasil kriopreservasi. Namun perbedaan tersebut diabakain
karena setelah selang waktu enam bulan pertumbuhan antara keduanya tidak dapat
dibedakan lagi karena tanaman hasil bibit kelapa kriopreservasi sudah dapat
beradaptasi dengan lingkungan.
Dengan
demikian, teknik kriopreservasi memanglah suatu teknik yang tepat dalam
pelestarian plasma nutfah sebab teknik ini tidak akan memberikan suatu
perubahan, baik pada morfologi, sitologi maupun molekuler sehingga varietas
unggul pada plasma nutfah dapat dipertahankan. Hal ini juga seperti di
ungkapkan oleh Tambunan (2003), bahwa teknik kriopreservasi adalah teknik yang
sangat tepat dan efisien dalam segi waktu, ruang, penyimpanan dan tenaga,
apalagi dengan tidak menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam pelaksanaannya
maka teknik kriopreservasi sangat aman karena tidak akan terjadi perubahan pada
tanaman yang disimpan.
DAFTAR
PUSTAKA
Roostika, Ika. 2007. Kriopreservasi: Terobosan Yang Menantang.
Warta Biogen Vol.3 No.3.
Sisunandar, A. Rival, P.
Turquay, Y. Samosir. S.W. Adkins. 2010. Cryopreservation
of coconut (Cocos nucifera L.) zygotic embryos does not induce morphological,
cytological or molecular changes in recovered seedlings. Planta 232:435-447.
Tambunan, I.R. dan I. Mariska. 2003. Pemanfaatan teknik kriopreservasi dalm penyimpanan plasma nutfah
tanaman. Buletin Plasma Nutfah Vol.9 No. 2 : 10-17.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar